BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – “Tar-tar-tar!” Cambuk panjang di tangannya dilecutkan ke atas kepala Han Han dan ia membentak, “Han Han, hayo cepat berjalan, bawa kami ke tempat gurumu Si Jembel Tua!”
Han Han sudah berjalan sambil memanggul bungkusan besar itu. Mendengar ucapan Ouwyang Seng yang tadinya ia sangka berhati baik dan suka main-main, buktinya suka berlutut kepadanya, Han Han menjadi gemas. “Ouwyang Seng….!”
“Keparat! Menyebut aku harus Kongcu, mengerti? Jembel macam engkau berani menyebut namaku sesukanya?”
“Namamu memang Ouwyang Seng, bukan? Kalau tidak mau dipanggil, sudahlah, aku pun tidak butuh memanggil namamu.”
“Setan pengemis! Apa kau minta dipukul dan diseret-seret lagi?” Ouwyang Seng kembali membentak dan cambuknya kini menyambar, mengenai punggung dan kaki Han Han.
“Tar-tar….!” Han Han yang merasa betapa punggungnya dan kakinya sakit-sakit terkena ujung cambuk, melepaskan bungkusan itu yang jatuh ke atas tanah, berdebuk.
Biarpun hatinya panas dan marah, namun Han Han maklum bahwa menghadapi Ouwyang Seng dengan kekerasan ia tidak akan menang, apalagi di situ masih ada guru bocah nakal itu, Si Botak yang aneh dan lihai.
Maka ia lalu mengambil bungkusan itu lagi dan memanggulnya di atas pundak. Hidungnya mencium bau yang busuk dari dalam bungkusan, membuat ia mau muntah seperti bau bangkai tikus.
Akan tetapi ia tidak mau menerima cambukan-cambukan lagi, ia diam saja dan mempercepat langkahnya menuju ke hutan yang menjadi sarang Pek-lian Kai-pang. Rasakan kalian nanti, bocah setan dan Si Botak yang sombong.
Kalau berada di depan Lauw-pangcu yang banyak anak buahnya, kalian akan menerima hajaran yang setimpal! Demikian ia berpikir.
Senja hari itu mereka tiba di dalam hutan dan langsung Han Han membawa dua orang guru dan murid itu ke sarang Pek-lian Kai-pang.
Pada saat itu Lauw-pangcu dan para anak buahnya sedang berkemas karena besok pagi-pagi mereka harus sudah meninggalkan sarang mereka itu.
Banyak barang-barang sudah dimuat dalam beberapa buah kereta dan kuda, dan mereka semua sibuk mengangkati barang-barang. Juga Sin Lian tampak membantu ayahnya.
“Han Han….!” Tiba-tiba Sin Lian berseru girang ketika melihat sutenya itu datang memanggul sebuah bungkusan besar.
Akan tetapi ia tidak jadi lari menyambut karena melihat bahwa Han Han datang bersama Ouwyang Seng dan seorang kakek botak yang menunggang kuda, dengan sikap tenang sekali.
Semua anggauta kai-pang yang sedang sibuk bekerja berhenti, siap-siap menjaga segala kemungkinan dan semua mata ditujukan kepada penunggang kuda ini dengan kening berkerut.
Sungguhpun Si Botak ini sama sekali tidak mendatangkan kesan yang mengkhawatirkan, namun semenjak peristiwa penyerbuan Hek-i Kai-pang, para anggauta Pek-lian Kai-pang selalu berhati-hati.
Lauw-pangcu sendiri pada saat itu sedang berkemas di dalam pondok. Ketika mendengar seruan puterinya, ia terkejut dan girang. Ketua Pek-lian Kai-pang ini menaruh harapan besar kepada muridnya, karena……BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader



