BEBASBARU.ID, INVESTIGASI – Niat hati ingin segera go publik dan di jual ke masyarakat, tapi apalah daya, kementerian di bawah Menteri Bahlil Lahadalia terapkan syarat rumit.
Bahkan ESDM melarang BBM Bobibos buka SPBU khusus, padahal warga sudah tak sabar dan menunggu-nunggu, apakah BBM Bobibos bisa di jual resmi dengan harga 4.000 perliter.
Inovasi bahan bakar nabati Bobibos diklaim mampu dihasilkan dari jerami dan menawarkan alternatif energi baru berbasis limbah pertanian.
Produk ini disebut bukan sekadar bahan bakar, tetapi bagian dari ekosistem pemanfaatan jerami yang juga menghasilkan pakan ternak serta produk turunan lainnya.
Di tengah tingginya rasa penasaran publik, tim pengembang Bobibos menyatakan siap membuktikan performanya lewat uji coba terbuka.
Penggagas Bobibos, M Ikhlas Thamrin, menyatakan kesediaan untuk menjalani uji coba terbuka bersama media.
Ia bahkan menyebut pengujian bisa dilakukan menggunakan mobil baru hingga pembongkaran mesin setelah tes selesai.
Menurut Ikhlas, Bobibos tidak keberatan jika pengujian dilakukan secara ketat, terukur, dan melibatkan pihak independen seperti Kompas.com.
“Silakan kalau ada yang mau uji. Kita siap. Mobilnya baru, dua unit, bensin dan diesel. Diuji 24 jam, habis itu mesin dibongkar,” ujar Ikhlas kepada Kompas.com, Selasa (18/11/2025).
Ia menegaskan bahwa seluruh parameter pengujian dapat disepakati di awal agar hasilnya objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. “Kita transparan saja,” tambahnya.
Dari Bahan Jerami Padi
Meski menyatakan siap diuji, Ikhlas mengatakan Bobibos belum dapat dipasarkan karena masih menunggu regulasi dari Kementerian ESDM.
Bobibos, sebagai bahan bakar nabati berbasis jerami, tidak termasuk kategori Migas, melainkan Energi Baru Terbarukan (EBT). “Belum ada parameter biogasologi di regulasi. Ini yang kita tunggu dari ESDM,” kata Ikhlas.
Ia menyebut proses regulasi bisa memakan dua tahun jika mengikuti alur normal, namun dapat dipercepat menjadi sekitar delapan bulan.
Ikhlas menjelaskan bahwa jerami dipilih karena jumlahnya berlimpah dan sering kali tidak dimanfaatkan.
Dari satu hektar sawah, kata dia, bisa dihasilkan sekitar 9 ton jerami, sementara yang dipakai untuk pakan hanya setengahnya. “Sisanya sering dibakar. Dari proses kami, hasilnya justru bisa jadi pakan juga—untuk sapi, ayam, sampai ikan,” katanya.
Isu ini sejalan dengan pandangan Dedi Mulyadi (KDM) yang kerap mendorong pemanfaatan jerami sebagai sumber ekonomi baru bagi desa.
Pemanfaatan jerami sebagai energi disebut dapat menjadi alternatif pendapatan tambahan bagi petani.
Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur BRIN, Cuk Supriyadi Ali Nandar, menilai bahwa secara teori jerami memang dapat dikonversi menjadi bahan bakar.
BRIN pun pernah melakukan riset serupa pada 2015–2016, meski masih skala laboratorium dan mengalami kendala teknis.
“Secara teori, jerami memang bisa dikonversi menjadi bahan bakar. Kami juga pernah meneliti pemanfaatannya menjadi etanol, tetapi tantangannya cukup besar, mulai dari rendemen yang rendah hingga kebutuhan teknologi pre-treatment yang masih mahal,” ujar Cuk.
“Setelah menjadi bahan bakar, produk tersebut juga harus memenuhi standar nasional maupun internasional dan diuji langsung di engine,” lanjutnya.
Ia menambahkan bahwa BRIN siap mendampingi proses verifikasi dan validasi apabila data teknis yang lengkap dapat disampaikan.
Menunggu Pembuktian Lapangan
Dengan klaim performa yang cukup besar, kesiapan Bobibos menjalani uji coba terbuka menjadi langkah penting untuk membuktikan efektivitas bahan bakar berbasis jerami tersebut.
Namun, verifikasi ilmiah dan regulasi tetap menjadi tahap yang wajib dilalui sebelum dapat beredar secara komersial.
Ikhlas menegaskan, pihaknya terbuka kapan saja jika media ingin melakukan uji bersama. “Kita siap ditantang,” ujarnya.***







