BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Tentu saja ia tidak sudi menjadi pengemis, biarpun diberi pelajaran ilmu memukul orang!
Apalagi selalu berdekatan dengan bocah perempuan yang ganas itu.
Ia bergidik kalau teringat akan Sin Lian, sungguhpun harus ia akui bahwa wajah bocah itu manis sekali.
Ketika Han Han berjalan sambil termenung sampai di pintu gerbang dusun itu, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dari depan. Han Han mengangkat muka dan memandang.
Seorang anak laki-laki sebaya dengan dia, berpakaian indah dan berwajah tampan, menunggang seekor kuda yang besar dan membalapkan kuda itu keluar dari dusun.
Han Han cepat minggir, akan tetapi sambil tertawa-tawa anak laki-laki itu sengaja menyerempetkan kudanya sehingga Han Han yang sudah berusaha melompat masih terlanggar dan jatuh terguling.
Beberapa orang dusun melihat hal ini berseru tertahan, agaknya mereka takut untuk mengeluarkan seruan keras.
“Bocah sombong, apakah kau sudah gila?” Han Han berteriak marah sambil merangkak bangun.
Kuda itu dihentikan dan diputar. Anak laki-laki yang duduk di atasnya kini tidak tertawa lagi, melainkan memandang Han Han dengan wajah bengis.
Setelah kudanya tiba di depan Han Han, ia lalu melompat turun, gerakannya tangkas sekali, lalu menghadapi Han Han sambil menudingkan telunjuknya.
“Jembel busuk! Berani engkau memaki aku?”
“Setan kepala angin! Mengapa tidak berani? Yang kumaki bukan orangnya, melainkan perbuatannya. Biar kau kaisar sekatipun, kalau per buatannya tidak benar, tentu akan dimaki orang!” Han Han membantah berani.
Anak itu usianya antara sebelas tahun, kini mendengar ucapan seperti itu keluar dari mulut seorang anak jembel, menjadi terheran-heran sehingga lupa kemarahannya.
“Engkau siapakah berani berkata seperti itu?”
“Aku Han Han dan siapa takut mengeluarkan kata-kata benar?”
“Wah-wah, agaknya sudah miring otakmu. Tidak tahukah engkau bahwa aku adalah Ouwyang-kongcu (Tuan Muda Ouwyang)?
Orang sekitar daerah ini tidak ada yang berani kepadaku. Apalagi jembel macam kamu! Hayo bertutut dan mohon ampun!” Bentakan ini mengandung suara marah.
Seorang di antara para penduduk dusun yang mulai datang berkerumun, segera mendekati Han Han dan berkata, “Kau agaknya bukan anak sini. Lebih baik lekas bertutut mohon ampun kepada Kongcu.”
Mendengar ini, Han Han makin marah. Ia berdiri dengan kedua kaki terpentang, kedua tangan bertolak pinggang, lalu berkata,
“Apa perlunya minta ampun? Orang bersalah sekalipun tidak perlu minta ampun dan harus berani menerima hukumannya! Apalagi orang tidak bersalah!”
Ucapan ini rupa-rupanya merupakan pendapat yang baru sama sekali dan mengherankan semua orang. Bahkan pemuda tampan itu sendiri terheran dan berkurang kemarahannya, lalu mengomel.
“Tidak salah katamu? Kau berdiri di jalan, menghalang kudaku!”
“Bukan aku yang menghalang, tapi kau yang menabrak! Berani berbuat tidak berani mengaku, laki-laki macam apa kau?”……..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader