BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Maka ia meramkan mata sejenak sampai peningnya hilang, baru ia membuka matanya memandang kakek itu dengan mata penasaran.
“Nah, bagaimana pendapatmu sekarang? Kalau kau menjadi muridku, tidak mungkin kau akan mudah dihajar orang lain begitu saja.”
Akan tetapi jawaban Han Han sungguh di luar dugaan Lauw-pangcu. Anak ini mengangkat muka dan dadanya, lalu berkata,
“Aku tetap tidak mau belajar berkelahi! Apa sih gagahnya mengalahkan lain orang? Mengalahkan diri sendiri baru patut disebut gagah perkasa!”
Dalam kemarahannya, tanpa disadarinya lagi Han Han mengucapkan ujar-ujar dari kitab.
Kembali kakek itu tercengang. “Aihhh! Dari mana kamu mengetahui filsafat itu?”
“Filsafat apa? Itu pendapatku sendiri. Mengalahkan dan memukul orang paling-paling bisa disebut sewenang-wenang, mengandalkan kepandaian dan menjadi tukang pukul!”
“Dan mengalahkan diri sendiri? Apa yang kaumaksudkan?” Kakek itu memancing.
Han Han cerdik, ia pandai menutupi rahasianya, maka setelah otaknya bekerja, ia berkata,
“Tidak tunduk kepada kemarahan sehingga tidak memukul orang, tidak merugikan orang lain karena kepingin, tidak melakukan pekerjaan hina biarpun perut lapar, mengalahkan diri sendiri.”
Dengan ucapan ini ia telah menyindir orang yang telah memukulnya, dan menyindir pekerjaan mengemis yang dianggapnya hina.
“Bocah bermulut lancang! Ayah, biar kuhajar lagi dia sampai setengah mampus!”
Lauw-pangcu menggeleng kepala. “Biarkan dia pergi.”
Han Han memang telah berdiri dan melangkah pergi dari tempat itu. Ia keluar dari pintu gerbang tanpa ada yang mengganggunya, kemudian dia berlari cepat untuk segera meninggalkan tempat itu.
Ia teringat bahwa tadi ia dibawa ke timur, akan tetapi ia tidak ingin kembali ke barat. Tidak ingin kembali ke kota Tiong-kwan karena takut kalau-kalau bertemu dengan kakek itu lagi kelak dan menimbulkan hal-hal yang amat tidak enak.
Sekarang saja ia sudah babak-belur, perutnya masih mulas, kepalanya masih berdenyut-denyut. Sambil berlari ia teringat akan Sin Lian dan diam-diam ia mengomel.
“Bocah perempuan yang keji dan galak!”
Han Han berjalan terus ke timur menyusuri Sungai Huang-ho. Setelah malam tiba, ia mengaso di pinggir sebuah hutan dan mengisi perutnya yang lapar dengan telur-telur burung yang ia temukan di jalan.
Juga ada beberapa macam buah-buah yang dapat dimakan sehingga malam itu ia dapat tertidur nyenyak di pinggir hutan.
Pada keesokan harinya, ia melanjutkan perjalanan. Dari jauh tampak sebuah dusun. Uang bekal dan makanan sudah habis, ia harus mencari pekerjaan di dusun itu sekedar dapat makan.
Di mana pun juga pasti ada pekerjaan. Biarpun di dusun, para petani membutuhkan tenaga bantuan dan tentu ada orang-orang kaya yang membutuhkan tenaga pula.
Asal rajin, tak mungkin orang sampai kelaparan, asal mau bekerja. Tidak seperti pengemis-pengemis itu, hanya bermalas-malasan, ingin makan enak tanpa bekerja, biarpun hanya makanan sisa. Menjijikkan! Alangkah hinanya!……..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader