BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Pedang hanya dapat membunuh satu orang sekali sabet, akan tetapi pena sekali gores dapat menghancurkan keluarga bahkan dapat menggulingkan kerajaan. Ha-ha-ha!”
Han Han tercengang dan berpikir. Alangkah benarnya ucapan kakek jembel itu. Teringat ia akan sejarah betapa fitnah-fitnah yang amat keji terjadi karena coretan pena.
Dan betapa tepatnya pula filsafat tentang baik buruknya ilmu yang tergantung daripada si pemilik ilmu. Tak disangkanya ia akan mendengar ucapan demikian dalam isinya dari mulut seorang kakek jembel.
Melihat betapa bantahan kakek itu membuat Han Han bungkam, Sin Kiat menjadi gembira dan mendapat kesempatan untuk mendesak lagi.
“Hayolah, Kek, ajar kami ilmu silat.”
utmu kemarin dulu itu dapat mematahkan tombak, membikin pedang dan golok serdadu-serdadu itu terpelanting, dan membuat mereka roboh,” bantah Sin Kiat.
“Ahhh, itu hanya Ilmu Tongkat Teratai Putih (Pek-lian Tung-hoat).”
“Kalau begitu, ajarkan kami Pek-lian Tung-hoat!” kata Sin Kiat, dibantu oleh dua orang kawannya.
Kakek itu menggeleng kepala. “Tidak mudah, tidak mudah. Kalian tidak berjodoh dengan kami. Yang berjodoh adalah bocah ini. Siapakah namamu tadi? Han Han? Kau berjodoh dengan kami. Marilah ikut bersamaku.”
Kakek yang kelihatan lesu dan lemas itu, tiba-tiba sudah bangkit berdiri dan ternyata ia jangkung sekali. Han Han begitu kaget dan herannya sehingga ia tidak dapat menjawab pertanyaan tadi.
Kini kakek itu sudah menyentuhkan ujung tongkat bututnya ke pundak kanan Han Han, kemudian membalikkan tubuh dan melangkah pergi dari situ.
Anehnya, tubuh Han Han tertarik oleh ujung tongkat yang melekat pundaknya sehingga anak ini pun terhuyung maju dan terpaksa melangkah mengikuti kakek itu!
“Heiiiii….! Ehhh….?” Han Han menggunakan kedua tangannya untuk melepaskan tongkat dari pundaknya, namun tidak herhasil.
Tongkat itu melekat seolah-olah berakar di pundaknya dan ada tenaga membetot yang amat hebat tak terlawan olehnya, membuat ia terseret terus!
Han Han adalah seorang anak yang memiliki kecerdikan luar biasa. Biarpun ia seorang anak yang asing sama sekali akan ilmu silat.
Namun dari kitab bacaan ia sudah banyak mengetahui bahwa di dunia ini selain terdapat sastrawan-sastrawan luar biasa.
Orang-orang yang pandai berfilsafat dan pandai membuat sajak-sajak indah, juga terdapat orang-orang dari golongan “bu” (persilatan) yang disebut pendekar-pendekar sakti.
Maka tahulah ia bahwa kakek jembel ini pun tentulah seorang pendekar sakti yang berilmu tinggi.
Maka timbul keinginan hatinya untuk mengenalnya lebih dekat dan untuk mengetahui ke mana ia akan dibawa. Ia tidak merasa takut, maka ia lalu berkata,
“Locianpwe, kalau memang locianpwe ingin mengajak aku pergi, harap lepaskan tongkat. Tidak enak sekali diseret-seret seperti seekor anjing.”
Akan tetapi kakek itu tidak mempedulikannya, bahkan kini langkahnya lebar-lebar dan cepat sehingga Han Han terpaksa harus melangkah cepat pula kalau tidak mau terseret.
Sebentar saja mereka telah pergi jauh dan teriakan-teriakan Sin Kiat yang mengingatkan bahwa keranjang rotinya masih tertinggal, kini tidak terdengar lagi.
Tak lama kemudian mereka sudah keluar dari kota dan terus menuju ke tepi Sungai Huang-ho.
Setibanya di tepi sungai, kakek itu melanjutkan perjalanan ke kanan, jadi ke arah utara.
Mereka berjalan sudah lebih tiga jam, akan tetapi kakek itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Han Han yang juga memiliki kekerasan hati dan pada saat itu di samping keinginan tahunya juga merasa penasaran dan mengkal……BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader