BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Akan tetapi ada pula di antara mereka yang nakal-nakal, dengan sinar mata mencemoohkan dunia.
Tidak peduli akan segala perbuatannya, tidak tahu membedakan pula antara baik dan buruk. Pengaruh keadaan!
Tiba-tiba sebatang kayu bercabang meodongnya. Han Han mengangkat muka, sadar dari lamunan dan melihat bahwa yang menodongnya adalah seorang anak laki-laki sebaya dengan dia.
Akan tetapi tubuhnya amat kurus sehingga tulang-tulang iga yang tidak tertutup baju itu tampak nyata. Muka yang cekung kurus itu membayangkan ketampanan, sedangkan matanya bersinar cerdik menimbulkan rasa suka di hati Han Han.
“Berlutut kamu! Berlutut dan tunduk kepada perwira tinggi atau kupenggal kepalamu! Engkau tentu pencuri, he? Atau pencopet?” Mata anak itu melirik ke arah keranjang yang terisi roti kering.
Melihat lagak anak ini seperti seorang perwira menodongkan pedang dengan angkuhnya, Han Han tertawa terbahak dengan hati geli.
“Ha-ha-ha-ha! Perwira macam apa ini? Bajunya dari kulit hidup, bukan terhias bintang melainkan terhias tulang-tulang iga. Dan celananya, bukan terhias baju besi melainkan terhias tambal-tambalan! Apakah kamu ini perwira dari neraka?”
Melihat Han Han tidak marah sehingga tidak ada alasan untuk diajak berkelahi, malah tertawa dan mengeluarkan kata-kata lucu, anak itu pun menyeringai tertawa.
Giginya putih dan rata, menambah ketampanan wajahnya dan menambah rasa suka di hati Han Han.
“Kau orang baru di sini? Bagaimana kau datang? Dan dari mana kau mendapatkan roti kering begitu banyak?” tanya anak itu, menyelinapkan rantingnya di pinggang seperti seorang perwira menyimpan pedangnya.
“Kau mau? Lapar? Nih sebuah untukmu,” kata Han Han sambil menyerahkan sehuah roti kering.
Anak itu memandang terbelalak, menelan ludah dan bertanya ragu, “Benar-benar kauberikan sebuah untukku? Tidak main-main?”
Ia merasa heran karena belum pernah melihat seorang pengemis lain memberinya sepotong roti dengan sikap begitu royal dan ramah.
“Mengapa tidak? Kalau kau lapar! Mari kita makan di pinggir jalan,” kata Han Han sambil berjalan ke tepi jalan lalu duduk di atas tanah.
Anak itu telah menerima roti pemberian Han Han, memandang roti seperti belum percaya, lalu mengikuti Han Han duduk di tepi jalan. Seketika sikap bocah itu berubah ramah dan akrab dan memang itulah sifat aselinya.
Kalau tadi ia seperti anak yang memancing perkelahian adalah watak yang dibentuk oleh keadaan sekelilingnya.
“Wah….! Keras….!” Anak itu mengeluh ketika mencoba menggigit rotinya.
Han Han tersenyum. “Memang keras sekali, sengaja dibuat untuk dapat bertahan sampai berbulan-bulan. Makannya harus dicelup air teh, baru nikmat.”
“Wah, dari mana bisa mendapatkan air teh?”
“Beli, kalau kamu mau pergi membeli sebentar.”
“Hah? Beli? Memang kaukira aku ini kongcu (tuan muda) hartawan?”
Han Han tertawa geli dan merogoh sakunya, mengeluarkan sepotong uang kecil, sisa hasil ia membantu pedagang membangkar barangnya kemarin dulu………BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader