BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Terdengamya saja nyanyian ini seperti nyanyian kanak-kanak. Suara duk-ceng itu adalah suaranya tambur dan gembreng.
Akan tetapi sesungguhnya, nyanyian ini adalah nyanyian kaum Agama To dan mempunyai arti yang amat dalam.
Nyanyian yang menyindirkan betapa manusia dikuasai oleh panca indranya, betapa manusia selalu menurutkan perasaannya.
Betapa tepatnya nyanyian kanak-kanak ini karena setiap hari pun sampai sekarang dapat kita lihat “dagelan” (lawak) macam itu.
Betapa banyaknya orang melihat hal hitam sebagai putih sehingga yang benar disalahkan, yang salah dibenarkan.
Betapa yang busuk-busuk dapat ditutup dengan harta sehingga tercium wangi, suara-suara yang menyesatkan dianggap merdu kalau suara itu menguntungkannya, dan masih banyak kenyataan-kenyataan lain.
Semua itu dikenal Han Han dari kitab-kitabnya. Dia meninggalkan rumah dan keluarganya yang terbasmi habis itu tanpa membawa uang sepeser pun.
Akan tetapi Han Han seorang anak yang cerdik dan semenjak peristiwa itu terjadi, ia menemukan ketabahan dan keuletan yang luar biasa sekali.
Di sepanjang jalan dalam perantauannya yang tiada bertujuan ini, ia selalu mencari pekerjaan, membantu petani kalau lewat di dusun, membantu mencuci piring di restoran.
Menggosok kuda dan kereta, mengangkut barang-barang yang dibongkar dari perahu dan lain-lain. Dengan keuletannya ini, ia tidak pernah kekurangan makan dan pada saat itu.
Ia malah masih mempunyai bekal roti kering yang akan cukup menghindarkannya dari kelaparan selama beberapa hari.
Ketika ia memasuki pintu gerbang kota Tiong-kwan dan memasuki tempat yang mulai ramai, Han Han tidak bernyanyi lagi, bahkan sikapnya pun tidak acuh seperti sikap seorang pengemis biasa.
Ia melihat-lihat keadaan kota yang cukup ramai itu karena letaknya yang dekat dengan Sungai Huang-ho membuat kota ini mudah melakukan hubungan dengan kota-kota lain.
Akan tetapi ada hal yang membuat Han Han diam-diam termenung dan prihatin, yaitu banyaknya pengemis di kota ini.
Bukan pengemis-pengemis biasa yang terdiri dari orang-orang tua yang sudah tidak kuat bekerja dan tidak mempunyai keluarga yang menyokongnya, melainkan pengemis-pengemis cilik yang terdiri dari anak-anak sebaya dengan dia sendiri.
Akibat perang, keluhnya diam-diam dengan perasaan tidak senang. Anak-anak yang sudah kehilangan orang tua dan keluarga.
Atau anak-anak yang orang tuanya demikian miskin sehingga mereka ini terlantar dan mencari makan dengan jalan mengemis.
Anak-anak usia belasan tahun yang pakaiannya compang-camping, ada yang penuh tambalan, ada pula yang hanya memakai celana butut tanpa baju.
Dengan tubuh kurus akan tetapi perut gendut tanda perut yang jarang diisi atau diisi secara tidak teratur. Muka yang kurus……..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader