BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Dan mengejar, akan tetapi baru sampai di pintu, kedua orang ini roboh dan bayangan itu berkelebat keluar meninggalkan suara melengking dan mengerikan!
Bu Ci Goat yang lihai itu telah berhasil bangun lebih dulu daripada Siangkoan Lee yang merangkak dan terengah-engah karena pukulan jarak jauh yang yang tadi membuat dadanya sesak.
Bu Ci Goat cepat menghampiri suaminya dan terkejut melihat goresan pedang melukai leher dan dada suaminya.
Suma Kiat dipapah bangun, duduk di kursinya dan melihat Suma Hoat, bangkit lagi kemarahannya, seolah-olah anaknyalah yang mendatangkan malapetaka itu.
Telunjuknya menuding, “Pergi….! Pergi kalian dari sini….!”
Im-yang Seng-cu mengerutkan alisnya, mengempit tubuh temannya dan membawanya keluar. Anak murid In-kok-san yang berbaris di depan, hanya memandang bengong.
Mereka tidak berani mencampuri dan tadi ketika ada bayangan berkelebat cepat, mereka pun tidak dapat berbuat sesuatu.
Bu Ci Goat dan Siangkoan Lee cepat merawat Suma Kiat.
Akan tetapi, biarpun serangan pedang itu mendatangkan luka yang tidak berapa berat, serangan batin karena munculnya Suma Hoat lebih hebat dan membuat kakek ini jatuh sakit lagi, tidak mampu meninggalkan pembaringannya.
Im-yang Seng-cu membawa Suma Hoat pergi dan berhenti di sebuah lereng puncak pegunungan itu. Suma Hoat mengeluh minta diturunkan, lalu berkata,
“Im-yang Seng-cu, apakah engkau melihat dia tadi?” Im-yang Seng-cu menggeleng kepalanya. “Orang itu gerakannya luar biasa sekali. Aku hanya tahu bahwa dia seorang wanita, entah tua ataukah muda, namun kecepatannya luar biasa sehingga aku tidak dapat mengenalnya. Tentu dia seorang yang sakti dan musuh Suma Kiat.”
“Dia adalah Maya…. penghuni Pulau Es….”
Im-yang Seng-cu terkejut bukan main.
“Akan tetapi…. mungkin hanya rohnya saja…. dia…. dia sudah mati….”
Mendengar ini, Im-yang Seng-cu makin bingung dan meraba dahi sahabatnya.
“Engkau panas lagi. Harap jangan pikirkan apa-apa dan beristirahatiah.”
“Im-yang Seng-cu, engkau satu-satunya sahabatku. Kaupenuhilah permintaanku. Kautinggalkan aku di sini dan pergilah kaucari Bi Kiok.”
“Akan tetapi engkau perlu perawatan,” Im-yang Seng-cu membantah.
Tiba-tiba terdengar jawaban seorang wanita,
“Biarlah aku yang akan merawatnya, Im-yang Seng-cu.”
Im-yang Seng-cu menengok dan melihat bahwa Bu Ci Goat, selir yang lihai dari Suma Kiat, telah berdiri di situ. Biarpun usianya sudah lima puluhan tahun, namun wanita itu masih tampak cantik dan pakaiannya mewah.
“Jangan kau khawatir, biarpun ayahnya membencinya, aku tidak. Kau pergilah memenuhi permintaannya, aku yang akan merawatnya di sini.”
Im-yang Seng-cu masih ragu-ragu, menoleh kepada sahabatnya. Suma Hoat mengangguk dan berkata lemah,
“Pergilah dan cari dia, Im-yang Seng-cu. Ibu tiriku akan merawatku di Legalah hati Im-yang Seng-cu dan dia segera pergi meninggalkan sahabatnya bersama Bu Ci Goat. Setelah Im-yang Seng-cu pergi, Bu Ci Goat berlutut di dekat Suma Hoat, memeriksa keadaannya.
“Hemm, kulihat engkau telah diobati dengan baik dan hanya perlu beristirahat. Eh, Suma Hoat, siapakah adanya bayangan yang menyerang ayahmu tadi?”
Suma Hoat menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu….”
“Akan tetapi, engkau tadi menyebut nama Maya….”
“Mungkin dia, aku tidak yakin. Dia sudah mati ditelan badai…. andaikata benar dia, agaknya dia kaget dan takut dikenal olehku, maka dia pergi lagi. Untung bagi Ayah….”
“Dia lihai bukan main!”
“Dia penghuni Pulau Es, tentu saja amat sakti….”
Mengingat akan cinta kasihnya dahulu, Bu Ci Goat merawat Suma Hoat di lereng itu dan menyuruh anak buahnya membangun sebuah pondok.
Semua itu dilakukan secara diam-diam tanpa diketahui oleh Suma Kiat yang juga jatuh sakit. sini.”…….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader