BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Pat-jiu Sin-kauw dan Thian Ek Cinjin terkejut, akan tetapi sambil tertawa Pat-jiu Sin-kauw berkata,
“Kami sendiri tidak mengerti, Ang-siucai. Jelas bahwa kalau mereka menghendaki, kami tidak akan menang.
Kepandaian Panglima Dailuba itu amat tinggi, terus terang saja aku tidak mampu menandinginya, sedangkan tingkat kepandaian Thai-lek Siauw-hud masih menang sedikit dibandingkan dengan tingkat Thian Ek Cinjin.
Akan tetapi karena kami anggap pertandingan itu hanya untuk menguji kepandaian, maka tidaklah mengherankan kalau mereka tidak berniat membunuh kami.”
“Hemmm, akan tetapi Si Rambut Putih itu jelas berniat buruk terhadap diriku.” Bu-koksu mengomel dan hatinya yang mengkal dan kesal itu membuat dia tidak memperhatikan lagi ucapan Ang Hok Ci yang penuh tuduhan dan kecurigaan.
Sementara itu, Kam Han Ki memandang sumoinya yang kini berdiri di sampingnya, berkata, “Sekarang aku ingat semua, Sumoi. Kalau tidak ada engkau yang membantu, entah bagaimana jadinya dengan aku.
Terima kasih, Sumoi dan…. dan….” tiba-tiba mukanya berubah merah sekali karena dia teringat akan sikap sumoinya yang berkali-kali menyatakan cinta kasihnya dan teringat betapa.
Dalam keadaan “lupa diri” dia pun membalas cinta sumoinya itu. Akan tetapi karena di situ terdapat banyak orang.
Tentu saja dia tidak berani melanjutkan kata-katanya dan hanya pandang mata mereka yang saling bicara banyak.
Saling pandang yang penuh arti dan amat mesra itu tidak terluput dari pandang mata Suma Hoat. Begitu melihat Siauw Bwee, sudah timbul kembali cintanya yang tak mungkin dapat padam di hatinya.
Maka tentu saja kemesraan antara pandang mata kedua orang itu merupakan ujung pedang yang menembus jantungnya.
Namun, karena maklum bahwa dia tidak akan mampu menghalangi atau bersaing terhadap pendekar yang sakti, penghuni Istana Pulau Es, murid Bu Kek Siansu itu.
Dia menekan perasaannya dan menjura kepada Kam Han Ki sambil berkata,
“Saya menghaturkan selamat atas pulihnya kesehatan Kam-taihiap dan atas berkumpulnya kembali Taihiap dengan sumoi Taihiap, Nona Khu Siauw Bwee.”
Kam Han Ki memandang kepada pemuda tampan itu. “Hemm, siapakah engkau?”
“Suheng, dia adalah seorang…. sahabat yang telah menolongku, dia juga sute dari…. dari…. ahhh, Coa-supek….!” Siauw Bwee teringat akan supeknya dan menangis tersedu-sedu.
“Heiii…. ada apakah, Sumoi?” Han Ki bertanya.
“Khu-lihiap…. apa yang terjadi dengan Coa-suheng?”
“Dia mati terbunuh…. tentu oleh Bu-koksu! Saudara Suma Hoat, harap kau suka mengurus jenazahnya, di hutan pohon pek….”
“Suma Hoat?” Kam Han Ki berseru kaget dan memandang pemuda tampan itu.
Suma Hoat menjura ke arah Han Ki dan berkata, “Benar, Kam-taihiap.
Saya adalah Suma Hoat, seorang yang…. hemmm, tidak baik dan putera dari seorang yang…. tidak baik pula.”
Kam Han Ki mengerutkan alisnya. Pemuda ini adalah putera musuhnya, akan tetapi juga sute dari Coa Leng Bu yang telah menolongnya, bahkan menurut Siauw Bwee pemuda ini pernah menolong sumoinya itu, maka dia tidak dapat berkata apa-apa lagi.
Dia mengalihkan perhatian, menjura kepada Pangeran Dhanu dan berkata, “Saya merasa berterima kasih atas pertolonganmu, Pangeran.
Biarpun aku tidak melihat sendiri, aku dapat menduga bahwa tentu engkau yang telah menolongku dari tangan Bu-koksu.”
“Ah, di antara orang sendiri perlu apa menyebut-nyebut tentang pertolongan, Taihiap? Kebetulan sekali kami lewat di sini dan menyaksikan engkau dan Khu-lihiap ditawan Bu-koksu, maka kami turun tangan menentangnya,” kata Pek-mau Seng-jin.
Kam Han Ki memandang kakek berambut putih itu dan berkata, “Agaknya semua orang telah mengenal aku, akan tetapi aku sendiri tidak mengenal orang, kecuali Pangeran Dhanu. Siapakah Locianpwe?”
“Kam-taihiap, dia adalah Pek-mau Seng-jin, koksu kerajaan kami.” Pangeran Dhanu memperkenalkan.
Kam Han Ki mengangguk-angguk, memandang tajam kemudian berkata, “Sudah lama saya mendengar nama Pek-mau Seng-jin, Koksu Negara Yucen yang terkenal.”
Pek-mau Seng-jin cepat mengangkat kedua tangan ke depan sebagai penghormatan sambil berkata,
“Kam-taihiap terlalu memuji! Sebaliknya kami yang telah lama mendengar nama besar Taihiap semenjak Taihiap membantu mendiang Menteri Kam yang sakti. Sayang sekali, baru seka…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader