BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Lengannya dengan gerakan lambat dan seenaknya, kedua lengan besar yang digerakkan lambat itu telah menciptakan hawa yang merupakan perisai.
Sehingga semua pukulan Leng Bu menyeleweng, maka tahulah Leng Bu bahwa tingkat kepandaian lawannya ini masih jauh lebih tinggi daripada tingkatnya.
Maka dia merasa terkejut dan khawatir, bukan takut kalah, melainkan takut kalau-kalau Siauw Bwee sendiri tidak akan mampu menanggulangi mereka.
Kalau sampai mereka kalah, tentu mereka terpaksa menerima undangan dan perkenalan mereka, padahal dia tahu bahwa Siauw Bwee tidak menghendaki hal itu terjadi.
Maka dia lalu mempercepat serangannya dan kini dia menggunakan Im-yang-sin-kang. Sebetulnya Im-yang-sin-kang masih kalah setingkat.
Kalau dibandingkan dengan Jit-goat-sin-kang yang merupakan latihan sin-kang dengan bantuan sinar sakti matahari dan bulan.
Akan tetapi karena dalam latihan ini Leng Bu belum mencapai puncaknya sedangkan Im-yang-sin-kang dia sudah mahir sekali, maka terpaksa dia menggunakan sin-kang yang baginya lebih kuat itu.
Padahal, untuk menggunakan sin-kang ini mengandalkan seluruhnya dari tenaga dalamnya sendiri sedargkan pundaknya sudah terluka, maka hal ini merupakan bahaya baginya.
Dia sekarang mempergunakannya dalam keinginannya untuk mencapai kemenangan. Ketika lawannya membalas serangannya dengan dorongan kedua telapak tangan.
Dengan pukulan semacam Thai-lek-sin-kang yang amat kuat, dia menghadapinya dengan Im-yang-sin-kang.
“Bressss!” Tubuh tinggi besar dari Dailuba terlempar ke belakang dan terguling akan tetapi Leng Bu sendiri terjengkang dan dia mengeluh, pundaknya nyeri bukan main.
“Supek….!” Siauw Bwee menghampiri, akan tetapi Leng Bu telah bangun kembali, wajahnya pucat menahan sakit dan dia memegangi pundaknya yang luka, sebelah lengannya menjadi lumpuh.
Dailuba juga bangkit berdiri, tampak darah dari ujung bibirnya dan dia menjura. “Hebat sekali engkau, Coa-enghiong. Biarpun engkau terluka, engkau masih mampu menahan pukulanku!”
“Ha-ha-ha, karena Coa-enghiong terluka, biarlah kita anggap pertandingan tadi berakhir dengan sama-sama dan mudah-mudahan menjadi jembatan perkenalan di antara kita!” kata Pek-mau Seng-jin.
“Tidak,” Siauw Bwee menjawab lantang. “Kami tetap tidak berkeinginan untuk mengikat tali persahabatan.
Kami hendak pergi dan siapa yang menghalangiku, berarti dia hendak memusuhiku!” Dia lalu memegang tangan supeknya dan berkata,
“Marilah, Supek. Kita pergi dari sini dan jangan melayani mereka yang mabok kekerasan ini!” “Ha-ha-ha, nanti dulu, Nona.
Kalau kalian tidak memiliki kepandaian yang lebih tinggi daripada kami, mengapa begini angkuh? Kami hanya ingin berkenalan.
“Kalau engkau menolak berarti engkau menghina kami,” kata Pek-mau Seng-jin sambil menghadang di depan pintu keluar.
“Kalau engkau menganggap aku menghina, habis kau mau apa?”
“Taijin, bocah ini lancang sekali. Biarlah hamba menundukkannya!” kata Dailuba yang tak dapat menahan kesabarannya lagi menyaksikan sikap Siauw Bwee demikian berani terhadap orang pertama sesudah…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader