BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – (Dewa Menunjukkan Jalan), sebuah totokan ke arah kerongkongan yang amat berbahaya dan merupakan serangan maut.
Saking cepatnya dan kuatnya gerakan ini terdengar angin bercuitan! Kini Leng Bu tidak mau mundur lagi, bahkan melangkah maju memapaki serangan ini!
Dengan gerakan ringan sekali dia miringkan tubuh sehingga tusukan jari tangan itu meleset lewat dekat lehernya.
Berbareng dengan itu Leng Bu menggerakkan telapak tangan kirinya mendorong dada lawan. Koan Tek terkejut sekali dan berusaha menangkis dengan lengan kanan.
Namun tenaga dorongan itu biarpun tertangkis, tetap saja membuat tubuhnya terjengkang ke belakang. Koan Tek cukup lihai biarpun tubuhnya terjengkang.
Dia masih mengangkat kakinya menendang ke arah bawah pusar! Kembali serangan yang dapat membawa maut.
Leng Bu menjadi tak senang menyaksikan betapa lawannya berusaha untuk membunuhnya, cepat kakinya digeser dan ketika tendangan itu lewat.
Secepat kilat tangannya menyangga kaki itu dan sekali dia membentak dan mendorong tubuh Koan Tek terlempar ke belakang tanpa dapat dicegahnya lagi.
Tubuhnya tentu akan terbanting keras kalau saja sebuah tangan yang kurus tidak cepat menyambar tengkuknya sehingga dia tidak jadi terbanting.
“Hebat….!” kata pemilik tangan kurus yang bukan lain adalah kakek sastrawan pembantu Koksu Yucen.
Sementara itu, para tamu warung yang sebagian besar terdiri dari para pengungsi, berserabutan lari keluar dari warung, sedangkan pemilik warung bersama para pelayannya.
Telah bersembunyi di balik meja dan lemari dengan ketakutan. “Sungguh mengagumkan sekali dan sepantasnya saya.”
“Tiat-ciang-siucai (Sastrawan Tangan Besi) Lie Bok berkenalan dan ingin mengetahui siapakah nama Enghiong yang perkasa?”
Si Kakek Sastrawan bertanya dengan muka tersenyum. Melihat sikap yang sopan ini, Coa Leng Bu merasa tidak enak dan dia cepat menjura.
“Namaku yang rendah adalah Coa Leng Bu dan harap saja Locianpwe suka memaafkan kami dan membiarkan kami pergi karena sesungguhnya.
Saya dan keponakan saya tidak ingin bertanding dengan siapapun juga.” “Ha-ha, bukan bertanding melainkan menguji kepandaian untuk bahan perkenalan, Coa-enghiong.
“Marilah kita main-main sebentar!” Leng Bu yang maklum bahwa lawannya sekali ini tentu tidak boleh disamakan dengan Koan Tek yang kasar.
Cepat menyapu dengan kakinya dan meja kursi di sekeliling tempat itu terlempar ke sudut, disambar hawa tendangan kakinya sehingga ruangan itu menjadi lega.
Hal ini saja membuktikan betapa kuat tenaga sin-kang kakek ini sehingga orang yang berjuluk Tiat-ciang-siucai mengangguk-angguk kagum.
“Bagus sekali! Engkau benar-benar amat berharga untuk menjadi teman berlatih. Nah, sambutlah, Coa-enghiong!”
Setelah berkata demikian kakek sastrawan itu melangkah maju, tangan kirinya menampar kepala dan tangan kanannya dalam detik berikutnya mencengkeram ke arah perut!
Itulah jurus Pai-san-to-hai (Menolak Gunung Mengeduk Laut) yang dilakukan dengan tenaga lwee-kang (tenaga dalam) cukup kuat.
Leng Bu tidak tahu pukulan mana yang merupakan pukulan pancingan dan yang mana yang merupakan serangan sesungguhnya.
Karena kedua tangan yang bergerak hampir berbareng itu memang dapat dipergunakan…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader