BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Habis bagaimana?” Siauw Bwee membantah, “Memang dia itu paman guru ayahku, tentu saja aku menyebutnya Susiok-couw! Atau Susiok-kong?”
“Wah, tidak patut! Tidak patut! Jangan mau disebut kakek, Han Ki!” Maya berkata lagi.
Mau tidak mau Han Ki tersenyum. “Kalian berdua ini seperti langit dengan bumi, jauh bedanya akan tetapi sama anehnya!
Maya terhitung masih keponakanku, menyebutku dengan nama begitu saja seperti kepada seorang kawan.
Sebaliknya, Siauw Bwee terlalu memegang peraturan sehingga aku disebut kakek guru! Kalau benar kalian menganggap aku sebagai kakak, biarlah kalian menyebut kakak saja.”
“Bagus kalau begitu! Aku menyebutmu Han Ki Koko.” Maya berseru girang.
“Koko, engkau kelihatan begini berduka, apakah kesalahan aku dan Enci Maya tadi tertalu hebat sehingga engkau khawatir kalau-kalau ayahku dan Menteri Kam akan tertimpa bencana akibat perbuatan kami?” Siauw Bwee mengulang pertanyaannya, kini ia menyebut koko (kakak).
Han Ki menggeleng kepalanya. “Kurasa tidak. Kakakku, Menteri Kam bukanlah seorang yang dapat dicelakakan begitu saja oleh lawan. Aku tidak khawatir….”
“Akan tetapi, mengapa wajahmu begini muram? Engkau kelihatan berduka sekali, tidak benarkah dugaanku, Enci Maya?”
Maya mengangguk. “Memang hatinya hancur lebur, patah berkeping-keping dan luka parah bermandi darah, siapa yang tidak tahu!” Han Ki memandang Maya, alisnya berkerut dan ia membentak, “Engkau tahu apa?”
Maya tersenyum. “Tahu apa? Tahu akan rahasia hatimu yang patah hati karena setangkai kembang itu akan dipetik orang lain!”
Han Ki terkejut sekali, menghentikan langkahnya dan menghardik. “Maya! Dari mana kautahu koko patah hati??” Siauw Bwee juga memandang dengan mata terbelalak.
Masih belum mengerti betul apa yang diartikan oleh Maya dan mengapa Han Ki kelihatan kaget dan marah.
“Dari mana aku tahu tidak menjadi soal penting” Jawab Maya yang tidak mau berterus terang karena dia mendengar tentang hal itu dari percakapan antara ayah bunda Siauw Bwee yang ia dengar dari luar jendela kamar!
“Yang penting adalah sikapmu menghadapi urusan ini. Kenapa kau begini bodoh, menghadapi peristiwa ini dengan berduka dan meremas hancur perasaan hati sendiri tanpa mencari jalan keluar yang Menguntungkan? Mengapa kau begini lemah, Koko?”
Han Ki terbelalak. “Bodoh? Lemah? Apa… apa maksudmu, Maya? Jangan kau kurang ajar dan mempermainkan aku!”
“Siapa mempermainkan siapa? Engkau adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, Koko, sungguhpun aku belum yakin benar akan hal itu.
Kalau engkau memiliki kepandaian, apa sukarnya bagimu untuk pergi mengunjungi kekasihmu itu? Dan kalau benar dia itu mencintaimu seperti yang ku…. eh, kuduga.
Tentu dia akan lebih suka ikut minggat bersamamu daripada menerima nasib menjadi permainan Raja Yucen yang liar!”
Han Ki memandang Maya dengan mata terbelalak, terheran-heran akan …BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader