BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Membalik dan hendak meloncat turun melalui jalan mereka mengejar naik tadi. Akan tetapi mata mereka terbelalak dan tubuh mereka berdiri kaku memandang ke depan.
Batu-batu besar yang mereka lalui tadi kini telah merekah pecah membentuk jurang menganga lebar dan kini puncak gunung batu itu runtuh ke bawah!
Mula-mula hanya batu-batu kecil lalu disusul batu-batu sebesar kerbau bahkan batu-batu sebesar rumah bergulingan ke bawa.
“Cici….!” Siang Hui menjerit. Mereka berusaha mengelak, akan tetapi mana mungkin menghindarkan diri dari hujan batu yang sedemikian banyaknya?
Suma Hoat dan Im-yang Seng-cu menyaksikan malapetaka mengerikan itu. Suma Hoat menjadi nekat.
Dengan gerengan seperti seekor singa dia menubruk maju, menerima gembreng kanan lawan dengan telapak tangan kiri.
Sedangkan pedangnya membacok ke arah kepala yang ditangkis oleh Hoat Bhok Lama dengan gembreng kiri.
Saat itu, tongkat Im-yang Seng-cu bergerak dan memang inilah yang dihendaki Suma Hoat, yaitu membuat sepasang senjata lawan sibuk menghadapinya, agar temannya dapat turun tangan.
“Desss!” Biarpun Hoat Bhok Lama dapat menyelamatkan kepala dan lehernya, namun tetap saja pundaknya kena hantaman tongkat Im-yang Seng-cu.
Sehingga ia terlempar ke belakang dan terhuyung-huyung, akan tetapi Suma Hoat juga mengeluh dan roboh miring.
Hoat Bhok Lama tertawa bergelak lalu berloncatan pergi menghilang. Im-yang Seng-cu tidak berani mengejar ketika melihat temannya terluka.
Dia berlutut dan bertanya, “Bagaimana?” Suma Hoat menyeringai dan menarik napas panjang. Tangan kirinya, dari telapak tangan sampai ke siku.
Berwarna biru karena tadi ketika ia menahan gembreng dia kalah tenaga sehingga hawa sin-kang lawan yang mendesaknya membuat lengannya terluka dan kemasukan hawa beracun.
Akan tetapi Suma Hoat tidak mempedulikan diri sendiri, matanya memandang ke arah puncak, kedua matanya berlinang air mata, kemudian dengan nekat ia meloncat bangun dan berlari mendaki pundak yang kini sudah tidak berguncang lagi.
Batu-batu dari puncak telah menutup tempat di mana Siang Kui dan Siang Hui berdiri, ribuan bongkah batu besar yang membentuk puncak baru.
“Bibi….! Bibi….!” Suma Hoat sudah menyarungkan pedangnya dan tanpa mempedulikan lengan kirinya yang sudah biru itu dia mulai membongkar batu-batu besar seperti kelakuan seorang gila.
“Sabar dan tenanglah, sahabatku. Bagaimana mungkin kita membongkar batu-batu sebanyak dan sebesar ini?”
Im-yang Seng-cu menghibur akan tetapi ia pun ikut membantu kawannya membongkar batu-batu. Suma Hoat tidak menjawab dan tidak mempedulikan kawannya.
Melainkan terus membongkar batu-batu itu sambil memanggil-manggil kedua orang bibinya. “Bibi….!
Tiba-tiba Suma Hoat melemparkan sebuah batu besar dan Im-yang Seng-cu juga memandang terbelalak ketika tampak pakaian orang di bawah batu itu.
Suma Hoat mengulur tangan menangkap lengan orang itu. “Bi….!” Akan tetapi ia berhenti memanggil dan meloncat ke belakang …..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader