BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Yang remuk dan nyawanya melayang tak lama kemudian. Dara jelita itu memejamkan mata penuh kengerian, kemudian ia menangis terisak-isak.
Suma Hoat cepat berlutut dan sekali totok ia membebaskan tubuh dara itu dari pengaruh totokan Si Kepala Rampok. “Tenanglah, Nona. Bahaya telah lewat. Si Keparat laknat tewas.”
Dara itu cepat menjatuhkan diri berlutut di depan Suma Hoat, “In-kong telah menyelamatkan nyawa saya, akan tetapi…. hu-hu-huuukkkk…. ayah bundaku telah terbunuh…. di dalam kereta….!”
Suma Hoat terkejut dan marah sekali. “Mari kita lihat, temanku sedang membasmi kawanan perampok, perlu bantuanku!”
Ia lalu menyambar pinggang dara itu, dibawa meloncat ke atas punggung kudanya yang tidak lari karena kuda itu sudah terlatih baik, kemudian membalapkan kudanya ke arah pertempuran yang masih berlangsung dekat kereta.
Ternyata bahwa Siangkoan Lee dengan mudah telah merobohkan tiga orang pengeroyok dengan goloknya dan kini yang lima orang masih mengeroyoknya mati-matian.
Melihat ini Suma Hoat sambil memeluk pinggang dara itu dengan lengan kiri, mencabut pedang dengan tangan kanan, kudanya menyerbu.
Pedangnya berkelebat dan terdengarlah pekik-pekik kesakitan dan empat orang perampok roboh dan tewas.
Siangkoan Lee berhasil merobohkan perampok terakhir dan Suma Hoat setelah menyimpan pedangnya lalu menurunkan tubuh dara itu.
Sambil terisak-isak dara itu berlari ke arah kereta yang rebah miring, membuka pintunya dan menjerit-jerit memanggil ayah bundanya.
Suma Hoat meloncat dekat kereta. Cepat ia mengeluarkan tubuh seorang setengah tua yang terluka dadanya.
Orang itu masih hidup dan cepat pemuda ini mengeluarkan obat luka yang merah warnanya, mengobati luka itu dan membalutnya.
Ayah dara itu masih hidup biarpun terluka parah, akan tetapi ibunya telah tewas karena tusukan pedang yang menembus jantungnya!
“Terima kasih…. Kongcu…. saya Ciok Khun menghaturkan terima kasih kepadamu….” “Paman hendak pergi ke manakah?”
Suma Hoat bertanya, hatinya seperti ditusuk-tusuk karena kasihan melihat dara itu menjerit-jerit memeluki mayat ibunya. Dengan suara tersendat-sendat laki-laki itu bercerita.
Dia tinggal di dusun Kwi-bun-an, tak jauh dari kota raja. Mereka, suami isteri itu, hendak mengantarkan anak dara mereka yang bernama Ciok Kim Hwa, yang hendak dljodohkan dengan putera bangsawan Thio di kota raja.
Karena itulah maka mereka berkereta membawa barang-barang berharga, dikawal oleh pasukan bangsawan Thio yang menjemput mereka dan yang terbunuh semua oleh para perampok.
“Siangkoan Lee, kau cepat antarkan Paman Ciok dan barang-barang serta jenazah ini ke kota raja. Biar aku yang mengawal Ciok-siocia, kata Suma Hoat.
Siangkoan Lee mengangguk, maklum bahwa keadaan orang yang terluka perlu perawatan dengan cepat dan bahwa kalau Si Nona ikut dalam kereta.
Tentu nona itu akan berduka sekali menyaksikan jenazah ibunya. Maka ia lalu mengumpulkan barang-barang yang berceceran, di masukkan barang-barang itu ke dalam kereta.
Kemudian ia mengikat kudanya di depan dua ekor kuda penarik kereta dan membalapkan kereta ke kota raja…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader