BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Takut kepada siapapun juga, kecuali kepada kegelapan yang meliputi hati dan pikiran sendiri, Sicu.” “Baik, pendeta sombong!
Aku mau bertobat, mau menuruti nasihatmu asal engkau suka menerima dua kali pukulanku. Bagaimana?” Kian Ti Hosiang mengangguk tenang.
“Omitohud….! Kalau dengan cara itu berarti pinceng akan dapat mendatangkan penerangan di dalam hatimu, pengorbanan itu masih terlalu murah. Pinceng menerima syarat itu….”
“Locianpwe….!” Kam Siang Hui dan Kam Siang Kui meloncat maju dengan wajah pucat. “Bagaimana Locianpwe membiarkan saja bedebah ini bersikap kurang ajar? Biarkan kami membasminya!” “Harap Ji-wi Toanio suka mundur.
Pinceng sudah melepaskan janji menerima syaratnya.” Terpaksa kedua orang wanita itu mundur dengan tangan dikepal saking marahnya.
Kian Ti Hosiang melangkah maju mendekati Suma Hoat. “Sicu, berjanjilah bahwa setelah memukul pinceng dua kali, engkau benar-benar akan merubah jalan hidupmu, tidak akan melakukan perbuatan sesat lagi.
Membersihkan nama Jai-hwa-sian dengan perbuatan-perbuatan baik.” Hampir Suma Hoat tidak dapat percaya. Hwesio ini bersedia menerima dua kali pukulannya!
“Apa? Engkau menerima dan engkau tidak akan mengelak, menangkis atau melawan?” Kian Ti Hosiang menggeleng kepala.
“Pengorbanan ini masih terlalu murah. Namun kata-kata seorang gagah harus dapat dipegang. Pinceng berjanji takkan melawan dan berjanjilah bahwa engkau pun akan membuang semua perbuatan sesat.”
Kemarahan Suma Hoat mencapai puncaknya. Dia benar-benar merasa dipandang rendah sekali, bukan hanya sebagai seorang anak kecil yang nakal, bahkan agaknya pukulannya dianggap ringan oleh hwesio ini.
“Baik, aku berjanji!” bentaknya. “Nah, silakan memukul dua kali, Sicu.” Hwesio itu berdiri tegak, sama sekali tidak memasang kuda-kuda.
Memandang tenang ke depan dengan telapak tangan dirangkap di depan dada seperti orang berdoa. Suma Hoat menggerak-gerakkan kedua tangannya.
Mengerahkan sernua sin-kang di tubuhnya, disalurkan ke arah kedua tangan. Gerakan ini membuat kedua lengannya mengeluarkan bunyi berkerotokan, tanda bahwa kedua lengannya sudah dialiri tenaga sin-kang yang dahsyat sekali.
Kedua orang wanita tokoh Beng-kauw memandang dengan mata terbelalak dan kedua orang murid hwesio itu pun memandang dengan muka pucat.
Suma Hoat merasa dipandang ringan oleh Ketua Siauw-lim-pai itu. Dia maklum bahwa hwesio itu amat sakti, termasuk seorang tokoh besar di dunia persilatan.
Akan tetapi, sikap hwesio itu keterlaluan, terlalu baik sehingga merupakan penghinaan yang baginya lebih menyakitkan hati daripada makian atau serangan.
Dia, seorang yang telah menggegerkan dunia kang-ouw, kini hanya dianggap seperti seorang anak kecil yang nakal saja oleh tokoh sakti ini.
Akan tetapi, dia tidak percaya bahwa hwesio itu akan benar-benar menerima pukulannya tanpa melawan. Mungkin takkan mengelak, akan tetapi pasti akan menggunakan sin-kang untuk menangkis.
Ataukah kepandaiannya sudah begitu tinggi sehingga pukulannya takkan ada artinya! Dia tidak percaya maka kini Suma Hoat mengerahkan tenaga, kemudian menerjang….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader