BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Kini meyakinkan kita bahwa dia tidak mengandung niat buruk?” “Hemm… malah makin curiga aku kepadanya, Sumoi.” Seorang pelayan hotel menghampiri mereka dan memberi hormat.
“Ji-wi Siocia, Kongcu sahabat Ji-wi tadi meninggalkan sepucuk surat kepada Ji-wi.” Ia menyerahkan sebuah sampul kepada mereka. Gadis baju biru menerima sampul dengan alis berkerut.
“Wah, sampulnya berbau harum!” bisik Sumoi tersenyum dan hal ini menambah kemengkalan hati sucinya yang merobek ujung sampul dengan gerakan kasar lalu mencabut keluar sehelai kertas.
Tulisan yang terdapat di kertas itu amat indah, dan hanya merupakan surat yang singkat : Sebaiknya menunggang kuda agar tidak kemalaman lewat Kwi-hwa-san.
Harap Ji-wi Li-hiap berhati-hati kalau sampai di sana, karena di Kwi-hwa-san terdapat gerombolan perampok yang lihai. Teriring hormatnya Sahabat Ji-wi.
Gadis baju biru itu merobek-robek surat dan sampul sampai berkeping-keping dan wajahnya menjadi merah. “Kalau ada perampok, tentu dialah orangnya. Hemm, hendak kulihat saja sampai di mana puncak kekurangajarannya!”
Biarpun berkata demikian, dia tidak menolak ketika sumoinya mengajak dia melanjutkan perjalanan dengan menunggang kuda pemberian Si Pembuat Surat itu.
Setelah membeli bekal roti kering, mereka lalu membalapkan kuda keluar kota menuju di mana Puncak Pegunungan Kwi-hwa-san tampak tertutup awan.
Kedua orang gadis itu bukanlah gadis-gadis sembarangan. Yang berbaju biru, sang suci, bernama Liang Bi, sedangkan sumoinya bernama Kim Cui Leng.
Keduanya adalah murid-murid pilihan dari Ketua Siauw-lim-pai di waktu itu, yaitu Kian Ti Hosiang yang amat lihai! Biarpun baru selama lima tahun mereka digembleng oleh Kian Ti Hosiang.
Namun ilmu kepandaian kedua orang gadis ini amat lihai maka mereka mendapat kepercayaan Kian Ti Hosiang untuk mewakilinya mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil dari perkumpulan Beng-kauw di selatan.
Tujuan mereka adalah Tai-liang-san di mana terdapat wakil partai Beng-kauw dan Ta-liang-san terletak di sebelah barat Kwi-hwa-san sehingga perjalanan mereka sudah dekat. Paling lama tiga hari lagi mereka akan tiba di tempat tujuan.
Akan tetapi, peristiwa pertemuan dengan Pemuda tampan gagah itu membuat hati Liang Bi merasa tidak enak sungguhpun sumoinya kelihatan gembira dan selalu memuji-muji kebaikan hati pemuda tampan itu.
Menjelang senja mereka tiba di Pegunungan Kwi-hwa-san yang kelihatan sunyi sekali. “Untung kita berkuda sehingga sebelum gelap tiba di sini, Suci. Kita harus berhati-hati,” kata Cui Leng yang teringat akan isi surat pemberi kuda.
“Huh, siapa percaya kepada obrolan si pembual itu? Kalau ada perampok, tentu dialah orangnya. Biar dia muncul, akan kubayar lunas kelakuannya terhadap kita!” jawab Liang Bi marah…..BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader