BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Mereka tidak begitu kaget dan heran karena mereka segera mengerti bahwa dara perkasa itu sebetulnya belum mati ketika tadi dimasukkan ke kamar jenazah.
Akan tetapi berbeda lagi dengan Cia Cen Thok yang sudah tiga tahun menjadi mayat, dan dahulu mereka ikut pula mengeroyok dan membunuh orang ini.
Dan pakaian Cia Cen Thok yang hanya merupakan cawat itu menambah keseraman.
Setelah melihat dua orang itu jauh dan lenyap bayangannya, Siauw Bwee tertawa nyaring, pedangnya dilempar ke atas tanah dan tubuhnya mencelat ke atas.
Berjungkir balik beberapa kali dan selagi semua orang berdongak dan mengikuti gerakan luar biasa itu, tubuh Siauw Bwee telah lari jauh dan dia menyusul ke arah larinya Hok Sun dan Cia Cen Thok.
Orang-orang berkaki buntung mengejar cepat, namun mereka itu bukanlah tandingan Siauw Bwee dalam hal ilmu berlari cepat.
Sehingga sebentar saja tubuh dan bayangan Siauw Bwee telah lenyap dari pandang mata mereka.
Tak lama kemudian Siauw Bwee telah dapat mengejar Hok Sun dan Cen Thok. Dia heran melihat dua orang itu berhenti dan kelihatan bingung.
“Kenapa kalian berhenti di sini?”
Siauw Bwee menegur.
“Wah, celaka, Li-hiap!” Kini Hok Sun yang amat kagum akan kelihaian Siauw Bwee tidak segan-segan menyebut lihiap (pendekar wanita), “Semua jalan keluar sudah dihadang setan-setan buntung itu!”
Siauw Bwee memandang kepada Cen Thok dan bekas mayat hidup ini mengangguk.
“Memang benar, Li-hiap. Jalan menuju ke tempat tinggal kaum dengan buntung sudah dihadang semua dan penuh perangkap dan jerat yang dipasang mereka.
Satu-satunya jalan hanya melalui rawa, daerah yang dianggap berbahaya dan tidak pernah ada yang berani melalui tempat itu. Aku sendiri sama sekali tidak mengenal daerah itu, Li-hiap.”
Ucapan terakhir ini seolah-olah minta keputusan dan nasihat Siauw Bwee yang biarpun paling muda namun mereka anggap sebagai orang yang lebih tinggi kedudukan dan tingkatnya daripada mereka.
“Kalau begitu, kita melalui rawa!” kata Siauw Bwee dengan suara tetap,”Bagaimanapun juga, kita harus dapat keluar dari daerah berbahaya ini!”
“Baik, kalau begitu marilah ikut bersamaku!” Cen Thok berkata dan mendahului lari. Hok Sun dan Siauw Bwee juga meloncat dan lari mengikuti orang bercawat itu.
Tak lama kemudian mereka tibalah di daerah yang penuh rawa, daerah luas dan mati.
“Ke mana jalannya?” tanya Siauw Bwee, agak ngeri juga menyaksikan daerah luas dan mati, rawa yang seolah-olah tanpa tepi sehingga amat mengerikan keadaannya.
“Aku sendiri pun tidak tahu, Li-hiap. Kita harus mencari jalan, akan tetapi hati-hatilah. Rawa ini kabarnya berbahaya sekali.
Banyak terdapat bagian-bagian yang pada permukaannya kelihatan rumput dan tanah, akan tetapi di bawahnya adalah lumpur yang menyedot dan adakalanya air amat dalam.”
Siauw Bwee yang mengandalkan gin-kangnya segera mengambil keputusan, “Biarlah aku mencari jalan. Dengan keringanan tubuh, kiranya aku tidak akan terancam bahaya.”
Tanpa menanti jawaban ia lalu mulai….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader