BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Namun ahhh…., dia bergidik kalau teringat tadi betapa nafsu berahi menguasainya, membuat ia ingin memeluk ketat tubuh itu, ingin mencium bibir dan mata itu.
Ingin membelai merayu. Ah, betapa mudahnya ia jatuh cinta kepada Maya, dan…. ketika ia memandang arca Siauw Bwee.
Dia pun tahu bahwa akan amat mudah pula, semudah tadi, ia jatuh hati kepada Khu Siauw Bwee yang halus wataknya. Celaka!
“Kau…., kau mata keranjang!” Han Ki menampar kepalanya sendiri, terbayanglah wajah Hong Kwi dan dua titik air mata meloncat ke atas pipinya. Wanita yang pernah di sayang.
Sampai lama ia termenung seperti itu, berjam-jam dan hanya dengan kekuatan batinnya yang hebat saja akhirnya ia dapat menindas perasaannya.
Kemudian, seperti orang mabok ia melanjutkan pekerjaannya memperhalus tiga buah arca itu, tidak mempedulikan apa-apa. Bingung dengan perasaannya sendiri, siapa yang lebih di sayang.
Bahkan ketika dua kali Siauw Bwee menjenguknya, mengajaknya makan kemudian setelah bertanya mengapa dia tidak tidur, dia hanya menjawab tanpa menoleh,
“Aku tidak lapar dan tidak mengantuk. Aku ingin menyelesaikan ini, Khu-siauw-moi, tinggalkan aku sendiri.”
Pada jengukannya yang ke dua, Siauw Bwee ragu-ragu den memandang suhengnya, kemudian berkata, “Ini tentu kesalahan suci entah apa sebabnya!”
Han Ki terkejut, akan tetapi menindas perasaannya dan menoleh. “Mengapa engkau, berpendapat demikian?”
“Kulihat Suci menangis, dia pun tidak mau makan, tidak mau tidur. Ketika aku bertanya dan menghiburnya dia malah membentakku agar aku tidak mencampuri urusannya.”
“Suheng, apakah yang terjadi?” “Tidak apa-apa. Aku pun tidak tahu dia mengapa? Sudahlah, tinggalkan aku sendiri,Sumoi!”
Sejenak Siauw Bwee berdiri di belakangnya, ragu-ragu. Kemudian terdengar ucapannya lirih, “Engkau kelihatan berduka, Suheng. Kenapakah?”
“Tidak apa-apa! Tidak apa-apa!”
“Suheng, selama lima tahun kita tinggal di sini, baru sekarang kulihat engkau berduka dan Suci menangis.
“Suheng, engkau…., engkau satu-satunya orang yang ku sayang dan kumiliki di dunia ini, disamping ibuku yang entah berada di mana. Suheng, kalau engkau berduka, aku ikut berduka….”
Han Ki memejamkan mata, jantungnya seperti ditusuk rasanya. Akan tetapi hanya sebentar ia telah dapat menguasai dirinya.
Ia menoleh, memaksa diri tersenyum dan berkata, “Engkau ini aneh-aneh saja, Sumoi. Aku tidak apa-apa, hanya tekun menyelesaikan arca-arca ini.”
“Eh, bagaimana dengan perahu yang kaubuat? Telah selesaikah?” Dia sengaja membelokkan percakapan untuk mengalihkan perhatian sumoinya itu.
“Sudah, Suheng. Layar yang kauberi sudah kujahit dan kupasang. Besok pagi akan kucoba. Aku ingin mengunjungi pulau yang kulihat di sebelah selatan itu”
Han Ki tersenyum. “Itu Pulau Kijang. Pulau kosong akan tetapi banyak binatang kijang disana.”
“Aku ingin menangkap kijang.“
“Boleh, akan tetapi kalau memburu kijang, cari yang sudah tua agar pembiakannya tidak terganggu.”
“Aku ingin menangkap seekor anak kijang, tidak membunuhnya. Aku….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader