BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Naik tinggi ia menemukan jejak Jai-hwa-sian yang membawa lari korbannya ke dalam sebuah hutan di luar kota Lok-kiu!
Im-yang Seng-cu mencari-cari di dalam hutan dan akhirnya ia mendengar suara-suara dari balik rumpun yang itu, dan tahulah ia bahwa Jai-hwa-sian bersama korbannya berada di balik rumpun itu.
Di atas tanah yang ditilami rumput tebal hijau seperti permadani! Dia menyelinap mendekati, siap untuk menolong gadis yang menjadi korban itu.
Betapapun kagumnya terhadap Jai-hwa-sian, di sini terdapat seorang wanita yang perlu ditolong! Dan dia akan melawan Jai-hwa-sian, demi kebenaran, kalau perlu berkorban nyawa!
Memang tidak salah bahwa gadis itu adalah seorang diantara para pnyerbu kuil semalam, seorang anak buah Coa Sin Cu akan tetapi persoalannya sekarang lain.
Gadis itu kini menjadi seorang wanita yang terancam kehormatannya oleh seorang penjahat cabul tukang memperkosa.
Bukan oleh seorang pendekar yang semalam mempertahankan nyawanya untuk membela kebenaran!
Ia menduga bahwa tentu akan mendengar gadis itu menangis seperti biasa kalau seorang Jai-hwa-cat (Penjahat Pemerkosa) menerkam korbannya.
Dan mendengar suara Jai-hwa-sian membujuk rayu atau mengancam. Akan tetapi, muka Im-yang Seng-cu menjadi merah sekali.
Matanya terbelalak ketika ia mendengar suara gadis itu, penuh kemanjaan penuh rayuan. Ini bukan perkosaan, batinnya.
“Koko…. aku…. aku cinta padamu! Betapa gagah perkasa engkau…. betapa…. tampan dan mesra! Koko, aku rela menjadi milikmu selamanya…., aku cinta padamu!”
Dan terdengarlah jawaban Jai-hwa-sian, suaranya mengandung kegeti ran, “Aku tidak percaya akan cinta!
Perempuan yang cantik rupanya belum tentu cantik hatinya. Yang ada ini hanya nafsu! Nafsu berahi! Dan aku….” Tiba-tiba suara itu terhenti kemudian disusul bentakan,
“Im-yang Seng-cu! Aku suka bersahabat denganmu karena aku kagum padamu, akan tetapi kalau kau mencampuri urusan pribadiku.
“Aku akan melupakan kekagumanku dan terpaksa engkau akan kuanggap penghalang. Pergilah, atau seorang di antara kita akan mati!”
Im-yang Seng-cu menarik napas panjang, merasa malu karena benar-benar keterlaluan baginya untuk mengintai dua orang yang sedang berkasih mesra.
Sama sekali tidak ada tanda-tanda perkosaan, dan kedua telinganya sendiri jelas mendengar pernyataan cinta gadis itu kepada Jai-hwa-sian! Betapa mungkin ini? Dia menggeleng-geleng kepala dan berkata,
“Jai-hwa-sian, aku hanya ingin melihat engkau sadar bahwa perbuatanmu itu menyeleweng daripada kebenaran.”
“Im-yang Seng-cu, perbuatan yang menyangkut urusan pribadiku tidak ada sangkut-pautnya dengan siapapun juga, dan sama sekali engkau tidak berhak mencampurinya.”
“Pilihlah sekarang, engkau mau pergi atau aku terpaksa menggunakan kekerasan?”
Im-yang Seng-cu menghela napas. Apa yang akan ia lakukan? Dia tidak takut menghadapi Jai-hwa-sian, sungguhpun ia maklum bahwa orang itu lihai sekali, apalagi sekarang dia sudah terluka cukup parah.
Andikata dia mendengar gadis itu menangis dan minta tolong, jangankan baru orang selihai Jai-hwa-sian, biar sepuluh kali lebih lihai.
Dia tidak akan mundur selangkah pun dalam membela wanita yang tertindas dan perkosaan….BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader