BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG –. Beberapa kali mereka didatangi tokoh-tokoh kang-ouw, kaki tangan para pembesar daerah, dan petugas-petugas pembesar pusat untuk menarik mereka yang merupakan tenaga kuat untuk berpihak.
Namun semua permintaan ditolak dengan halus oleh Gin Sin Hwesio, ketua kelenteng Siauw-lim-pai di Lo-kiu itu.
Pada waktu itu memang belum ada terjadi perang terbuka, namun telah ada bentrokan-bentrokan kecil antara kaki tangan masing-masing pihak dan di mana-mana, termasuk di Lo-kiu.
Terdapat pertentangan paham dan diam-diam terdapat mata-mata semua pihak yang saing menyelidiki.
Namun seperti biasa, rakyat yang sudah kenyang akan pertentangan itu dan mash melanjutkan usaha mereka seperti biasa, seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu.
Perdagangan masih tetap ramai, bahkan restoran-restoran masih penuh tamu yang datang untuk makan minum sambil bercakap-cakap.
Di tempat-tempat seperti inilah sering kali dijadikan tempat pertemuan antara teman golongan masing-masing sehingga tidak jarang pula terjadi bentrokan-bentrokan yang mengakibatkan luka-luka dan kematian.
Akan tetapi, hal ini amatlah mengherankan dan mengagumkan pihak yang melakukan bentrokan selalu mengganti kerugian pemilik restoran atau rakyat yang menderita rugi akibat bentrokan-bentrokan itu.
Hal ini adalah karena masing-masing golongan bukan hanya saling bermusuhan, akan tetapi juga berlumba untuk merebut hati rakyat yang amat diperlukan dukungannya.
Karena itulah, maka pemilik restoran-restoran tidak khawatir akan terjadinya bentrokan-bentrokan bahkan sebagai pedagang-pedagang cerdik, setiap terjadi bentrokan yang merusakkan perabot restoran.
Mereka berkesempatan menarik keuntungan dengan menaikkan jumlah penafsiran ganti rugi! Juga para pembesar setempat selalu bersikap bijaksana.
Tidak mencampuri bentrokan-bentrokan itu karena sekali mereka ini mencampuri dan berat sebelah, berarti mereka akan menanam permusuhan!
Pada suatu pagi, restoran itu sudah hampir penuh oleh tamu yang datang berbelanja. Ketika seorang pemuda tampan yang pakaiannya indah.
Dengan pedang bergantung di punggung, gagah sekali sikapnya, memasuki restoran, pelayan menyambutnya dengan ramah dan mempersilakan duduk di meja sudut sebelah dalam yang kosong.
Pemuda ini bukan lain adalah Suma Hoat. Semenjak meninggalkan gadis yang kemudian membunuh diri, dua hari yang lalu.
Dia belum bertemu dengan wanita yang menggerakkan berahinya sehingga hatinya menjadi kesal. Ia memasuki kota Lo-kiu, juga dengan niat mencari calon korbannya, akan tetapi wanita di daerah ini tidak ada yang menarik hatinya.
Ia menanggalkan pedang buntalan pakaiannya, meletakkan di atas meja dan memesan makanan dan minuman.
Setelah pelayan pergi untuk melayani pesanannya, pemuda ini menyapu ruangan restoran dengan pandang matanya.
Tamu yang memenuhi tempat itu terdiri dari bermacam-macam golongan, dan ramailah mereka itu bercakap-cakap dengan teman masing-masing yang duduk semeja.
Tidak ada yang menarik perhatian Suma Hoat, karena mereka itu terdiri dari pedagang-pedagang dan pelancong-pelancong.
Melihat betapa para pedagang dan pelancong memenuhi restoran sambil bercakap-cakap bersendau-gurau, keadaan nampaknya tenang tenteram dan damai.
Akan tetapi ketika seorang tamu baru memasuki restoran, perhatian…BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader