BEBASBARU.ID, MAHAKARYA-CERBUNG – Batang dayung sambil mengerahkan tenaga pula mengejar perahu Si Nelayan itu menuju ke utara dan kurang lebih dua jam kemudian perahu itu mendarat di sebuah pulau kecil yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan sekelilingnya merupakan tebing batu karang yang curam.
Nelayan itu mendaratkan perahu di bawah tebing dan mengikat perahunya. Ketika ia menoleh dan melihat betapa Han Ki juga sudah mendarat dan mengikatkan perahu, Ia berkata.
“Engkau memang orang muda hebat dan pantas menjadi tamu kami! Mari ikut aku!” Ia mengikat mulut tiga ekor ikan besar tadi, memanggulnya dan mulai mendaki tebing.
“Benar-benar seorang yang aneh dan ilmunya cukup hebat.” Han Ki memuji. “Kalian berpeganglah pada tali ini baik-baik karena tebing itu berbahaya.”
Han Ki menggunakan sebagian tali perahu yang dipegang kedua ujungnya oleh Maya dan Siauw Bwee.
Kemudian ia sendiri memegang tengah-tengah tali dan dengan demikian ia menuntun kedua orang sumoinya mendaki tebing mengikuti nelayan gundul itu.
Kagum ia melihat nelayan itu mendaki tebing sambil memanggul tiga ekor ikan yang amat berat itu.
Ketika tiba di atas tebing, ternyata pulau itu cukup subur dan mereka itu disambut oleh dua puluh orang lebih terdiri dari laki-laki dan wanita yang kesemuanya berpakaian sederhana.
Yang laki-laki sebagian besar bercawat atau memakai celana yang sudah robek-robek tanpa baju. Sedangkan yang wanita memakai pakaian dari kulit batang pohon atau kulit ikan yang dikeringkan dan dilemaskan.
Anehnya, yang laki-laki semua botak atau gundul, agaknya kepala botak dan gundul merupakan “mode” bagi mereka!
Ketika mereka melihat Han KI dan dua orang sumoinya, mereka menjadi gempar dan mengurung tiga orang muda ini, memandang seperti sekumpulan anak-anak mengagumi barang mainan baru!
Apalagi ketika nelayan gundul itu menceritakan betapa Han Ki menolongnya dan betapa pemuda itu memiliki kepandaian tinggi, orang-orang itu makin tertarik dan memuji-muji.
“Karena kulihat dia patut menjadi tamu kita, maka dia ku undang untuk berpesta bersama kita,” demikian Si Nelayan Gundul menutup ceritanya.
Setelah membiarkan dia dan kedua orang sumoinya menjadi barang tontonan beberapa lama sambil memperhatikan orang-orang itu yang kehidupannya amat sederhana, Han Ki lalu berkata,
“Siapakah di antara Cu-wi yang menjadi Tocu (Majikan Pulau)?”
“Apa Tocu? Tidak ada tocu di sini,” jawab Si Nelayan Gundul.
“Ku maksudkan ketua kalian. Pemimpin. Siapakah pemimpin kalian? Aku ingin menyampaikan hormatku dan ingin bicara.
“Orang-orang yang berada di situ tertawa dan Si Nelayan Gundul menjawab, “Kami sekeluarga tidak mempunyai pemimpin, kami memimpin diri kami masing-masing. Siapa membutuhkan pemimpin?”
Han Ki terheran-heran. “Kalau begitu kalian dahulu datang dari manakah?” Apakah turun temurun terus berada di sini?”
Si Nelayan Gundul mengangkat pundak kemudian menuding ke arah …BERSAMBUNG
SUMBER: Microsoft reader